Selamat Datang Di Situs Resmi PARFI SUMBAR (Persatuan Artis Film Indonesia Sumatera Barat)
Home » » Umar Ismail

Umar Ismail

Written By ParfiSumbar on Kamis, 08 November 2012 | 10.45

Sutradara, seniman, dramawan, budayawan, wartawan, politikus dan penyair terkemuka ini selain dianggap sebagian pihak sebagai bapak perfilman Indonesia, Usmar Ismail juga adalah sosok pejuang multidimensional yang penuh warna. Karena jasa-jasanya bagi perfilman Indonesia, nama Usmar Ismail (1921-1971) diabadikan dalam Pusat Perfilman H. Usmar Ismail di Kuningan, Jakarta.
Haji Usmar Ismail Mangkuto Ameh dilahirkan pada tanggal 20 Maret 1920 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat dan wafat di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1971 karena pendarahan otak.
Setelah menamatkan pendidikan dasarnya di HIS Batusangkar, Sumatera Barat, Usmar Ismail yang merupakan anak bungsu dari enam bersaudara melanjutkan belajar ke MULO-B (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang tahun 1935-1939. Di sinilah Usmar Ismail mulai berkenalan dengan film dengan menjadi pecandu film-film yang diputar di bioskop Pondok, Padang.
Selepas belajar di MULO, pada tahun 1941 Usmar Ismail kemudian melanjutkan sekolahnya ke Yogyakarta. Ia masuk AMS-A II (Algemene Middelbare School) bagian A jurusan Klasik Barat.
Pada tahun 1953 Usmar Ismail mendapatkan beasiswa dari Rockfeller Foundation untuk mendalami sinematografi di Universitas California Los Angles (UCLA).

Penyair dan Wartawan

Pada masa penjajahan Jepang (1942-45), kuliahnya terganggu dan hanya dengan berbekal izajah darurat Usmar Ismail pergi ke Jakarta dan tinggal bersama kakaknya Dr. Abu Hanifah. Usmar Ismail bekerja di Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) bagian kesusasteraan. Usmar Ismail banyak menulis sajak-sajak yang bernafaskan patriotisme dan cinta tanah air. Usmar Ismail sempat pula menulis naskah-naskah sandiwara radio yang kerap dimainkan di radio Hoso Kyoku, milik balatentara Jepang di Jakarta. Usmar Ismail merupakan generasi penutup yang menulis syair dengan gaya Pujangga Baru.
Usmar Ismail mendirikan sandiwara amatir "Maya" pada tahun 1944 bersama kakaknya Dr. Abu Hanifah dan sahabatnya Rosihan Anwar. Kelompok ini secara teratur mementaskan lakon di Gedung Komidi (sekarang Gedung Kesenian Jakarta) dan nantinya menjadi cikal bakal teater modern di Indonesia. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, bersama Syamsudin Sutan Makmur dan Rinto Alwi, Usmar Ismail mendirikan surat kabar harian "Rakjat" dan aktif menjadi wartawan disana. Dikelompok sandiwara amatir ini Usmar Ismail bertemu Sonia Hermine Sanawi, gadis Betawi yang kemudian dinikahinya.
Kemudian Usmar Ismail menjadi ketua BPKI (Badan Permusyawaratan Kebudayaan Indonesia) dan SAI (Serikat Artis Indonesia) selama kurun waktu 1946-48, sekaligus ketua umum Persatuan Wartawan Indonesia (1946-47). Selain itu Usmar Ismail juga memimpin majalah "Arena", harian "Patriot" dan majalah "Tentara" di Yogyakarta.
Pada masa ini Usmar Ismail sempat bergabung dengan TNI dan mendapat pangkat Mayor. Tahun 1948 Usmar Ismail ditangkap Belanda ketika sedang meliput perundingan antara RI-Belanda. Setelah beberapa lama mendekam dalam tahanan, Usmar Ismail dipekerjakan di South Pacific Cinema (dibawah tekanan Belanda) untuk membantu Andjar Asmara yang merupakan awal karirnya dalam perfilman.

Darah dan Doa

Film Darah dan Doa dibuat pada tanggal 30 Maret 1950, tepat 10 hari setelah Perfini berdiri atau 80 tahun setelah film Loetoeng Kasaroeng yang merupakan film pertama yang dibuat di Hindia Belanda dan diputar secara perdana didepan presiden Soekarno. Akhirnya tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional oleh Dewan Film Nasional sejak tahun 1962.
Usmar Ismail mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pada tahun 1950 dan sempat menyutradarai film pertamanya Darah dan Doa (1950), Enam Djam di Yogya (1951) dan Dosa Tak Berampun (1951). Usmar Ismail mengklaim bahwa Darah dan Doa sebagai "Film Indonesia Pertama tentang Manusia Indonesia dalam Revolusi".
Darah dan Doa dikenal pula dengan nama The Long March yang mengisahkan perjalanan panjang pasukan Siliwangi. Usmar Ismail mendapat kritkk tajam dari film pertamanya yang kontroversial sebab para perwira Angkatan Darat yang menganggap film tersebut menampilkan tokoh tentara yang tidak tegas.

Karya Usmar Ismail

Kepulangan Usmar Ismail dari Amerika Serikat membuat kariernya di bidang film makin menanjak. Film - film yang disutradarainya antara lain: Krisis (1953), Lewat Djam Malam (1954), Tamu Agung (1955), Tiga Dara (1956) yang mendapat sambutan besar di kalangan penonton. Bahkan Tamu Agung mendapat perhargaan sebagai film komedi terbaik dari Festival Film Asia sedangkan Lewat Djam Malam mendapat perhargaan sebagai film terbaik FPA pertama tahun 1955, dengan Usmar Ismail sebagai produsernya.
Pedjuang (1960) mendapatkan penghargaan aktor terbaik di Festival Film Moscow 1961 untuk Bambang Hermanto. Film Usmar Ismail adalah:
  • Puntung berasap (puisi)
  • Sedih dan Gembira (1949)
  • Harta Karun (1949)
  • Tjitra (1949)
  • Darah dan Doa (1950)
  • Enam Djam di Yogya (1950)
  • Dosa Tak Berampun (1951)
  • Terimalah Laguku (1952)
  • Kafedo (1953)
  • Krisis (1953)
  • Lewat Tengah Malam (1954)
  • Tamu Agung (1955)
  • Tiga Buronan (1957)
  • Jenderal Kancil (1958)
  • Asmara Dara (1959)
  • Pedjuang (1960)
  • Toha Pahlawan Bandung Selatan (1961)
  • Anak Perawan Disarang Penjamun (1962)
  • Liburan Seniman (1965)
Sepanjang karirnya Usmar Ismail telah menghasilkan 25 judul film, bersama H Djamaludin Malik mempelopori terbentuknya Federasi Produser Asia (Federation of Motion Picture Producers in Asia) di Manila. Usmar Ismail juga mempelopori diadakannya Festival Film Indonesia yang pertama kali diadakan tanggal 30 Maret - 5 April 1955, dimana pemenang dari Festival Film Indonesia ini akan akan memperebutkan FPA.
Untuk prestasinya di bidang film dan drama, Usmar Ismail mendapatkan penghargaan Wijayakusuma dari pemerintah Republik Indonesia pada 1962.

Politikus

Selain di bidang seni dan kesusasteraan Usmar juga aktif di kancah politik. Pada tahun 1950 Usmar Ismail mendirikan Persatuan Artis Film Indonesia dan untuk mempromosikan film dan artis nasional Usmar Ismail mendirikan "Lesbumi" (Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin) pada awal 1960 an yang bernaung dibawah Nahdatul Ulama (NU).
Pada tahun 1955, bersama Asrul Sani mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) sebagai lembaga pembinaan tenaga muda di bidang teater dan film. Usmar Ismail juga sempat menjadi anggota DPR kabinet Gotong Royong pada 1966-1969 yang juga menjadi pengurus PBNU.
Reference:

Esiklopedia Umum untuk Pelajar, Usmar Ismail, PT. Icthiar Baru van Hoeve, Cetakan Pertama 2005
Jurnal Republik, Taufik Rahzen, Sinema untuk Indonesia, 20 Maret 1950.
Republika,Alwi Shahab, Usmar Ismail Pelopor Festival Film Indonesia, Rubrik Warna, Tanggal 20 Desember 2005.
Taman Ismail Marzuki, Profil Maestro Indonesia: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1975
Situs Web Kepustakaan Nasional: Seri Tokoh Perfilman Indonesia, Perpustakaan Nasional Indonesia dan Sinematek Indonesia. (www.pnri.go.id)

Sumber : www.pelaminanminang.com
Share this article :