Selamat Datang Di Situs Resmi PARFI SUMBAR (Persatuan Artis Film Indonesia Sumatera Barat)
Home » » Sejarah PARFI

Sejarah PARFI

Written By ParfiSumbar on Kamis, 08 November 2012 | 02.21

Lahirnya Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) berawal dari kevakuman kegiatan Sarikat Artis Indonesia (SARI) akibat masuknya Jepang ke Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu dan menjadi saksi sejarah, pada 10 Maret 1956 PARFI didirikan di Gedung SBKA Manggarai, Jakarta dengan sekretariat di Jalan, Kramat V Jakarta Pusat, Ketua Umum PARFI Suryo Sumanto, dengan anggota :

  1. Rd. Sukarno (Rendra Karno)
  2. Kotot Sukardi
  3. Basuki Effendi
  4. Wildan Dja’far
  5. Sofia Waldy
  6. Deliana Surawidjaja
  7. Idrus Nawawi (Palembang)
  8. Eddy Saputra (Medan)
  9. Basuki Zailani (Bandung)
  10. Ismail Saleh (Semarang)
  11. Abdul Gafur (Surabaya)
  12. Subekto (Yogya)

PARFI lahir melalui semangat untuk menyumbangkan dharma bakti guna mewujudkan cita-cita memajukan Bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Secara formal PARFI diresmikan oleh Ibu Negara Fatmawati Soekarno pada 10 Maret 1956. PARFI adalah satu-satunya organisasi yang menjadi pilihan bagi Artis film Indonesia untuk memperjuangkan cita-cita seperti harapan yang disampaikan H. Usmar Ismail: “Dengan film kita bisa memberikan sumbangan pada
revolusi Indonesia. ”Saat itu, PARFI bersama PPFI berdemontrasi di depan Presiden Soekarno untuk mengatasi serbuan film asing yang merugikan produksi film Indonesia. Sebagai organisasi, PARFI diharapkan dapat menjadi wadah, alat penghimpun dan pemersatu, dan penyaluran daya kreasi serta amal perjuangan Artis Film Indonesia dalam pengabdiannya kepada Bangsa dan Negara, khususnya mempertinggi derajat dan martabat kesenian melalui film nasional.

Sebagai pekerja seni bidang keartisan film, keberadaan PARFI dikukuhkan oleh pemerintah sebagai Organisasi Profesi dengan kekuatan Rekomendasi. Selain mengutamakan cita-cita guna mencukupi kebutuhan ekonomi, artis film perlu memperoleh kepuasan batin dari hasil kerjanya dan dijamin hak-hak keprofesiannya yang dilindungioleh Undang Undang.

Melihat sejarah perjalanan PARFI, Insan Film terbukti telah memiliki rasa kebersamaan yang kuat dan itu bisa tercipta karena memiliki perasaan senasib dan rela meninggalkan kepentingan lain di luar kepentingan Film dan Insannya. Namun, dalam perjalanannya selama 50 tahun ini, ternyata masih banyak tujuan PARFI sebagai organisasi, yang belum bisa diwujudkan.

Dalam buku kecil memperingati 3 (tiga) windu atau 24 tahun berdirinya PARFI (1956-1980), disebutkan bahwa PARFI bukan partai politik dan tidak ikut berpolitik. Tetapi dalam perjalanannya, Organisasi Artis Film ini sempat terlibat dan melibatkan sejumlah anggotanya dalam politik. Hal itu terjadi ketika Kongres III PARFI dilaksanakan pada 1964. Sejumlah anggota cenderung mengikuti aksi PAFFIAS yaitu gerakan anti film Amerika. Saat itu, secara demonstratif mereka meninggalkan persidangan. Sehingga, Suryo Sumanto menjadi tumpuan harapan dari sekitar 300 anggota PARFI.

Usai Kongres PARFI ke III, Trio pengurus PARFI waktu itu, yakni Suryo Sumanto, Djoko Lelono dan Chaidir Dja’far, berhasil membebaskan PARFI dari cengkeraman kekuatan politik saat itu.

Share this article :